Senin, 14 Februari 2011

DINAMIKA SERANGGA SEBAGAI DASAR ACUAN APLIKASI INSEKTISIDA


OLEH: PRASETYO, SP
POPT KECAMATAN NGAJUM
PENDAHULUAN


        Dinamika populasi serangga merupakan gambaran naik turunnya suatu populasi serangga.  Populasi yang tinggi pada suatu waktu tidak akan terus meningkat.  Naik turunnya populasi tergantung dari ciri populasi dan lingkungan.  Komposisi umur dalam batas tertentu merupakan pegangan untuk menentukan saat pengendalian
        Aplikasi insektisida kimia masih merupakan alternatif tindakan pengendalian yang banyak diambil untuk mengendalikan serangga.  Terdapat beberapa keuntungan sekaligus kerugian dalam penggunaan insektisida kimia sebagai pengendali populasi serangga.
        Keuntungan dari penggunaan insektisida kimia adalah :
1.      Tingkat pengendalian yang tinggi pada saat populasi serangga hama mencapai tingkat yang merugikan.
2.      Terdapat banyak jenis dan bentuk formulasi insektisida sehingga memudahkan aplikator.
3.      Efek pengendaliannya dapat segera dilihat.
4.      Aktivitasnya yang bersprektrum luas pada kebanyakan pestisida dapat mengendalikan beberapa jenis serangga hama dalam sekali aplikasi dengan bahan dan metoda yang sama.

      Adapun beberapa kerugian yang ditimbulkan adalah :
1.      Penggunaan insektisida dengan spektrum luas sekaligus menimbulkan akibat matinya organisme lain yang menguntungkan di lingkungan tersebut.
2.    Aplikasi pestisida biasanya tidak hanya dilakukan sekali saja, karena permasalahan hama selalu ada, sehingga butuh biaya yang besar.
3.      Semakin banyak dilakukan aplikasi berarti semakin banyak terjadi pencemaran lingkungan.
4.      Penggunaan insektisida yang terus menerus juga dapat merangsang timbulnya ras serangga yang resisten terhadap jenis insektisida tertentu.
5.     Matinya serangga-serangga berguna dan timbulnya ras serangga yang resisten dapat mengacaukan ekologi sehingga mampu menimbulkan ledakan hama yang kedua.

        Melihat adanya keuntungan dan kerugian yang dapat ditimbulkan oleh penggunaan insektisida, hendaknya aplikasinya dapat dilakukan dengan cara bijaksana.  Penggunaan insektisida secara spesifik dalam kondisi yang spesifik pula akan mengurangi efek merugikan yang mungkin ditimbulkan.  Misalnya penggunaan insektisida untuk mengendalikan serangga rumah tangga yang langsung diaplikasikan pada serangga tersebut.

PENGARUH APLIKASI INSEKTISIDA TERHADAP POPULASI SERANGGA
          Aplikasi insektisida memberikan prosentase kematian yang sama pada populasi tinggi maupun rendah.  Sebagai contoh, apabila insektisida tertentu per liter mampu mematikan 80% hama  dalam satu hektar, maka prosentase tersebut tetap tercapai pada populasi 250.000 atau 25.000 per hektar.  Dengan demikian sebenarnya insektisida bersifat efektif pada populasi tinggi, karena mampu mematikan serangga dalam jumlah yang besar.  Hal ini berarti bahwa untuk mengendalikan hama dengan ambang ekonomi rendah pada populasi tinggi diperlukan perlakuan yang lebih intensif.  
        Spektrum yang luas pada aktivitas kebanyakan insektisida yang dapat menurunkan populasi agensia hayati dalam ekosistem hama, merupakan faktor tekanan negatif dalam pengendalian hama.  Sebagai contoh, jika secara normal agensia hayati alami dapat merusak 90% dari satu stadia serangga hama, kemudian pemakaian insektisida selektif dapat merusak 90% dari satu stadia serangga hama, maka kombinasi tersebut menghasilkan tekanan sebesar 99%.  Sebaliknya terjadi bila aplikasi insektisida berspektrum luas dapat mematikan 90% hama sasaran sekaligus mengurangi 50% dari agensia hayati, maka tekanan terhadap populasi dari kombinasi keduanya hanya 94.5%.   Hal ini menunjukkan adanya perbedaan efisiensi pengendalian yang cukup besar.
        Sebenarnya penggunaan insektisida tidak banyak yang dapat menjamin terciptanya pengendalian secara permanen.  Yang terjadi adalah pengendalian dengan menggunakan insektisida justru akan selalu menuntut aplikasi yang terus berlipat ganda untuk menekan peningkatan populasi hama.  Sebagai konsekuensi dari tindakan tersebut adalah timbulnya adaptasi populasi serangga hama yang semakin cepat ke arah peningkatan ambang toleransi terhadap faktor yang ditambahkan pada lingkungan tersebut.  Untuk populasi serangga, insektisida berperan sebagaimana faktor mortalitas lainnya.  Jika serangga mampu beradaptasi dengan tekanan tersebut maka akan semakin sulit untuk mengendalikannya dengan bahan kimia tanpa efek racun terhadap lingkungan dalam jangka panjang.  Oleh karena itu lebih baik pengendalian dilakukan dengan menjaga keseimbangan dalam populasi yang rendah dengan memodifikasi faktor lingkungan biotik atau secara radikal memanipulasi ekologi hama, yaitu mengembangkan metode berdasarkan pengetahuan mengenai genetis, perilaku kawin,sex atraktan dan keseimbangan hormon serangga.
        Mungkin hanya satu situasi yang memungkinkan aplikasi insektisida tanpa penggunaan insektisida  yang berlipat ganda, misalnya pada Neodiprion swainei yang dapat bertahan pada populasi rendah setelah adanya aplikasi pestisida 5 tahun sebelumnya dan tidak mampu kembali ke tingkat populasi yang dapat mengakibatkan kerusakan.  Hal ini disebabkan karena efek insektisida yang dapat mengubah ekologi serangga secara radikal yaitu terjadi penjarangan jantan sehingga tingkat kopulasi menjadi rendah.

DAMPAK RESISTENSI HAMA TERHADAP DINAMIKA POPULASINYA AKIBAT PENGGUNAAN INSEKTISIDA BERSPEKTRUM LUAS
         Permasalahan kritis yang muncul dalam pengendalian menggunakan insektisida yaitu apabila hama berkembang menjadi resisten sedangkan metode pengendalian alternatif yang sesuai tidak tersedia.  Konsekuensi yang lebih serius karena penggunaan insektisida secara terus menerus tidak hanya terjadinya resistensi hama terhadap insektisida sehingga jumlah yang dapat dimatikan berkurang karena berkembangnya resistensi, tetapi pengaruh yang lebih buruk adalah berkurangnya populasi parasitoid maupun predator secara drastis.  Interaksi dua elemen tersebut, yaitu resistensi hama dan hilangnya musuh alami, menjadi lebih penting dalam membahas masalah resistensi terhadap insektisida.
          Model populasi yang realistis dapat menunjukkan bahwa penggunaan insektisida terus menerus disamping hama menjadi sangat resisten juga akan mempengaruhi laju pertumbuhannya dibanding penggunaan insektisida yang tidak intensif.  Untuk mendukung hipotesis ini, suatu model yang telah dikembangkan menunjukkan konsekuensi resistensi insektisida terhadap perkembangan tobacco budworm pada kapas.
            Kemampuan serangga untuk dapat berkembang menjadi ras tahan terhadap insektisida merupakan kerugian yang utama.  Model populasinya menunjukkan bagaimana gen tahan dalam suatu populasi hama akan mengalami segregasi dan secar progresif frekuensinya meningkat sampai tindakan pengendalian sudah tidak efektif lagi dalam jangka waktu yang panjang.  Apabila ketahanan disebabkan oleh gen tunggal, populasi hama menjadi sangat tahan setelah 11 – 12 generasi pada kondisi tekanan insektisida yang intensif.  Intensitas penekanan akan mempengaruhi kecepatan segregasi gen tahan, hasil akhirnya akan sama jika suatu proporsi populasi yang tinggi harus diperlakukan secara rutin untuk memperoleh tingkat pengendalian yang memadai.  Oleh karena itu, evolusi populasi yang resisten terhadap insektisida tidak dapat dihindari melalui variasi penggunaan insektisida.  Integrasi metode pengendalian lain yang mempunyai cara kerja berbeda sebagai suplemen penggunaan insektisida secara rutin, akan memberi jaminan yang sangat berarti dalam menunda perkembangan populasi menjadi sangat resisten.  Eradikasi dalam jangka pendek terhadap individu-individu yang resisten, hanya akan menunda munculnya populasi yang sangat resisten.

Tabel 1. Estimasi pengaruh aplikasi insektisida terhadap dinamika populasi Heliothis
  
Uraian
Populasi tidak dikendalikan
Pengaruh aplikasi insektisida terhadap
Populasi peka
Populasi resisten

Progeni potensial
Mortalitas alami pada dewasa
Mortalitas alami pada telur
Mortalitas alami pada larva
Mortalitas larva akibat perlakuan
Mortalitas alami pada pupa
Mortalitas keseluruhan
Progeni yang dihasilkan
Laju peningkatan
Satuan
Jumlah   500

Persen      60

Persen      65

Persen      85

Persen        0

Persen      50

Persen    98.9

Jumlah        3
3 kali lipat

500

60

39

51

90

50

99.4

3
1.5 kali lipat

500

60

39

51

40

50

96.4

18
9 kali lipat


RESURJENSI SEBAGAI RESPON POPULASI TERHADAP TEKANAN INSEKTISIDA  
          Dampak insektisida yang dirasakan adalah timbulnya resurjensi hama atau peristiwa meningkatnya populasi hama setelah hama tersebut memperoleh perlakuan insektisida tertentu. Terdapat kecenderungan bahwa populasi merespon adanya kematian dengan peningkatan kelahiran dan tingkat survival yang drastis, sehingga besarnya angka mortalitas terkompensasikan.  Ternyata banyak kelompok serangga seperti kutu tanaman dan wereng , seperti wereng batang padi coklat yang sangat cepat menunjukkan reaksi resurjensi tersebut.  Dengan adanya sifat resurjensi ini penggunaan insektisida tidak hanya sia-sia tetapi malah sangat membahayakan. 
        Adanya resurjensi serangga diketahui sebagai hal umum terjadi setelah penyemprotan.  Adapun sebab-sebab terjadinya resurjensi adalah :
1.      Pengurangan populasi musuh alami
a.   Serangga yang telah terkena racun lebih mudah diketemukan dan tersedia  daripada serangga yang
    tidak terkena racun, sehingga perdator akan mendapatkan dosis racun dalam jumlah yang besar.
  1. Predator lebih bersifat mobil daripada mangsanya, sehingga kemungkinan terkena pestisida menjadi lebih besar.
  2. Predator tidak hanya memakan satu tetapi banyak mangsa, dengan demikian berarti predator juga makan konsentrat racun dan mengakumulasikan racun tersebut dalam jumlah yang besar di dalam tubuhnya.
  3. Beberapa model populasi hubungan predator-mangsa akan dapat meramalkan keluarnya mangsa, sejak predator di hadapkan pada bahaya yang besar dan respon dari predator tersebut berupa pengurangan besarnya populasi.
2.      Pengurangan kompetisi untuk makan merangsang jumlah kelahiran dan kemampuan untuk bertahan hidup.
3.      Dengan berkurangnya tekanan hama pada tanaman inang pertumbuhan tanaman akan meningkat, sehingga sumber pakan untuk serangga herbivor menjadi lebih baik.

       Contoh klasik dari hama buatan manusia adalah pada Metatetranychus ulmi, pada kebun buah di Inggris.  Penyemprotan terhadap hama tersebut termasuk dalam program penyemprotan tahunan.  Sebelum tahun 1923 Metatetranychus ulmi merupakan hama yang tidak dikenal, tetapi statusnya berubah karena penggunaan insektisida yang baru dan lebih kuat pada tahun 1920-an.  Pada kebun yang tidak disemprot tungau ini merupakan mangsa bagi sejumlah kepik Mirid dan beberapa jenis kumbang.  Pada kebun yang disemprot, insektisida yang digunakan salain berakibat pada terbunuhnya hama ternyata berakibat pula pada terbunuhnya predator.  Padahal predator memiliki tempat berlindung yang lebih sempit.  Sehingga pada saat telur hama menetas dan populasi hama mulai meningkat hanya sedikit predator yang masih tersisa dan siap memangsanya.  Dengan semakin meluasnya pemakaian insektisida, tungau ini berkembang menjadi hama. 
        Pada kebun yang disemprot, keragaman spesies serangga predator semakin sedikit, meskipun jumlah individu dari spesies tertentu dapat meningkat sampai ke level tertentu pula.  Populasi predator berfluktuasi pada kondisi lingkungan yang semakin sederhana, sehingga akarisida yang digunakan secara berkala justru mengganggu stabilitas yang sudah ada.

PENGARUH INSEKTISIDA TERHADAP POPULASI SERANGGA HAMA DAN TOP PREDATOR 
        Hampir setiap tahun, telah lebih dari 20 tahun hingga sekarang, dengan luasan lahan yang telah disemprot kurang lebih 2 juta hektar.  Sekali usaha penyemprotan dimulai, maka pemerintah dan industri terkunci dalam siklus yang mengakibatkan terus meningkatnya komitmen untuk terus menyemprot karena pendapat akan meningkatnya kerusakan potensial jika tidak disemprot. 
        Pada Budworm, terdapat karakteristik dalam meningkatnya kemampuan bertahan hidup dalam populasi setelah penyemprotan.  Resurjensi yang terjadi paralel dengan respon terhadap kematian  yang terjadi secara alami akibat kelaparan.  
        Pada kasus DDT insektisida berpengaruh hingga predator tingkat paling atas pada piramida makanan, meskipun pestisida tidak diaplikasikan pada ekosistem dimana spesies tersebut berada.  Pergerakan pestisida dari satu ekosistem ke ekosistem yang lain dipengaruhi oleh adanya angin dan transportasi air.  Insektisida tercuci dari lahan pertanian kemudian mengkontaminasi sungai, danau, muara dan air di pantai.  Di dalam air konsentrasi DDT mungkin tidak dapat dideteksi, tetapi organisme aquatik yang berukuran kecil yang mendominasi ekosistem air akan menyimpan residu pestisida tersebut dalam jaringan lemaknya.  Hal ini mengakibatkan pada setiap tingkatan piramida makanan konsentrasi racun akan semakin tinggi.  Proses ini hanya terjadi pada insektisida yang tidak tergolong ‘biodegradable’, seperti Hidrokarbon Klorina, DDT dan Dieldrin.  Insektisida yang umum digunakan seperti Organo Fosfat dan Karbamat relatif lebih mudah terdegradasi.
Perbedaan besar antara pengaruh insektisida terhadap serangga dan top predator adalah :
-          Serangga biasanya menempati tempat kedua dan ketiga pada level tropik pada rantai makanan, sehingga dari makanannya tidak terjadi akumulasi peningkatan konsentrasi insektisida, sedangkan top predator memakan konsentrat DDT
-          Serangga memiliki masa hidup yang relatif pendek sehingga sedikit kesempatan untuk absorbsi DDT dan residunya yang dapat mengakibatkan akumulasi toksin dalam tubuhnya.  Terjadi efisiensi produksi atau asimilasi yang tinggi sehingga hanya sedikit materi / gram biomassa yang hilang dalam siklus metabolisme setelah melewati dinding usus.  Dengan demikian hal ini juga berakibat pada kecilnya penyerapan residu pestisida.
-          Karena ukurannya yang relatif kecil, masa hidup pendek, populasi tinggi dan kebiasaan makan yang bersifat tetap pada berbagai serangga herbivor, tidak semua individu dalam populasi akan terkena insektisida selama masa hidupnya.  Akan tetapi top karnivora, seperti burung, hidup dalam jangka waktu yang panjang, makan dengan kisaran makanan yang luas, dan semua memiliki kemungkinan besar terkontaminasi racun, mengakibatkan semua individu dalam populasi terkena residu insektisida. 
        Serangga herbivor memiliki populasi relatif tinggi, dengan kisaran gen yang luas, tingkat kematian yang tinggi dan cepat mengkuti akibat aplikasi insektisida, serta adanya sifat seleksi yang cepat serta mempunyai resistensi fisiologis.  Sebaliknya predator memiliki populasi relatif rendah, dengan kisaran gen yang lebih sedikit, kemtian terjadi agak lama, siklus hidup juga relatif lebih lama dan mempunyai daya adaptasi yang lambat terhadap insektisida. 
         Insektisida sebenarnya bukanlah perlakuan yang dapat merugikan serangga hama, tetapi justru merugikan organisme lain yang lebih tinggi tingkatannya dalam rantai makanan, yang seharusnya dapat menjadi salah satu faktor yang dapat turut mengatur populasi serangga hama seefektif mungkin.  Ada sedikit kesempatan bagi top predator beradaptasi terhadap kontaminasi insektisida, yaitu melalui proses dalam jaring-jaring makanan sehingga efek racunnya langsung berdampak meskipun diaplikasikan melalui tanaman.
          Respon predator terhadap perubahan kepadatan mangsa ditentukan oleh kebiasaan makannya :
a.       Predator obligat, memakan satu jenis mangsa, jumlah populasi predator mengikuti populasi mangsa.
b.      Predator memakan lebih dari satu spesies mangsa, maka perubahan kepadatan populasi satu spesies hama akan mengubah komposisi makan predator.
      
      Sedangakan interaksi predator-mangsa ditentukan oleh :
-          heterogenitas lingkungan
-          ruang hubungan antara predator-mangsa
-          tingkat penyebaran relatif predator-mangsa
-          pengaruh perubahan kualitas pakan mangsa
    Pada saat padat populasi mangsa meningkat, masing-masing individu mengalami peningkatan konsumsi makanan, sehingga semakin banyak energi yang digunakan untuk reproduksi.  Laju reproduksi meningkat sehingga populasi juga bertambah.  Predator bermigrasi dan tinggal di area dimana populasi mangsa tinggi.  Hal ini membawa akibat pada meningkatnya populasi predator karena makan lebih banyak mangsa.

Respon predator terhadap peningkatan kepadatan populasi mangsa :
-   respon fungsional individu
-   peningkatan reproduksi
-   peningkatan remigrasi
-   peningkatan respon
-   respon fungsional predator terhadap kepadatannya


 PENUTUP

        Insektisida konvensional mempunyai karakteristik kemampuan dan keragaman penekanan yang membuat bahan tersebut banyak digunakan dalam tindakan pengendalian serangga.  Tetapi perlu diperhatikan bahwa penggunaan insektisida dapat menimbulkan tekanan pada populasi serangga.  Tekanan tersebut akan direspon  dalam bentuk timbulnya ras-ras yang ternyata resisten pada jenis insektisida yang diaplikasikan.  Lebih jauh juga dapat menyebabkan terjadinya resurjensi hama.
         Insektisida dengan spektrum luas bukan berarti akan memberi keuntungan berlipat, sebaliknya justru menimbulkan bahaya baru akibat kematian musuh alami sebagai pengatur populasi hama di alam.  Penggunaan insektisida dengan kandungan bahan aktif yang sulit didegradasi menyebabkan terjadinya akumulasi racun pada binatang-binatang yang berada pada tingkat trofik tinggi, meskipun binatang tersebut tidak berada pada lingkungan dimana insektisida tersebut diaplikasikan.



 DAFTAR PUSTAKA

Flint, M. L. dan R. van den Bosch.  1990.  Pengendalian Hama Terpadu.  Edisi Bahasa Indonesia.  Diterjemahkan oleh Kartini Indah K. dan John Pribadi.  Penerbit Kanisius.  144 hal.

Junianto, D.  1999.  Manusia dan Alam : Koyaknya Harmoni Makro Kosmos.  http://www.bubu.com/kampus/juni 99/fokus1.

Kilgore, W. W. and Doutt, R. L.  1967.  Pest Control : Physical and Selected Chemical Method.  Academic Press.  New York.

Knipling, E. F.  1979.  The Basic Principles of Insect Population Suppressin and Management.  USDA.  Agric.  Handbook No. 512.  Washington DC.  659 p.

Price, P. W.   1975.  Insect Ecology.  Department of Entomology.  University of Illinois.  U. S. A.

Soehardjan, M. 1976.  Dinamika Populasi Penggerek Kuning Padi Tryporyza incertulas (Walker) (Pyralidae, Lepidoptera).  Disertasi.  Penerbit Universitas ITB.  61 hal.

Untung, K.  1996.  Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu.  Gadjah Mada University Press.  Yogyakarta



Tidak ada komentar:

Posting Komentar